ASAL USUL PENYEBUTAN AMIRUL MUKMININ

19.35


ASAL USUL PENYEBUTAN AMIRUL MUKMININ

Dahulu khalifah pertama dijuluki khalifah dan juga imam. Sejak era khilafah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, kaum muslimin mulai menggunakan julukan Amirul Mukminin.

Ibnu Sa’ad menyebutkan dalam Ath-Thabaqat, bahwa ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu wafat, dimana Abu Bakar sendiri dipanggil dengan sebutan Khalifah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka Umar dipanggil dengan sebutan; Khalifah Khalifah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Akhirnya kaum muslimin mengatakan, kalau begitu khalifah setelah Umar disebut Khalifah Khalifah Khalifah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga sebutan ini akan semakin panjang. Untuk itu, kalian harus sepakat memilih nama untuk memanggil khalifah setelahnya. Sebagian shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Kita adalah orang-orang mukmin, dan Umar adalah amir kita.” Umar akhirnya dipanggil dengan sebutan Amirul Mukminin. Dialah orang pertama yang dipanggil dengan sebutan ini.[1]

Diriwayatkan, bahwa ketika Labid bin Rabi’ah dan Adi bin Hatim datang ke Madinah, keduanya berkata kepada Amr bin Ash, “Tolong mintakan kami izin untuk bertemu Amirul Mukminin’. Amr bin Ash berkata, ‘Demi Allah, kalian memanggilnya dengan nama yang tepat, karena dia amir sedangkan kita orang-orang mukmin’. Amr bin Ash kemudian masuk menemui Umar lalu mengucapkan salam, ‘Assalamu ‘alaika, wahai Amirul Mukminin!’ Umar menyahut, ‘Sebutan apa itu?’ Amr bilang, ‘Engkau adalah amir dan kami adalah orang-orang mukmin’. Akhirnya kata Amirul Mukminin mulai digunakan pada saat itu’.”[2]

Secara umum, kata amir sudah digunakan pada masa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tetapi tidak digunakan untuk menyebut khalifah. Kata amir hanya dipakai untuk menyebut para komandan satuan-satuan tempur, pemimpin-pemimpin berbagai wilayah, perkotaan dan semacamnya. Dalam hadits disebutkan:
مَنْ أَطَاعَنِى فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ عَصَى اللهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِى فَقَدْ أَطَاعَنِى، وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِى فَقَدْ عَصَانِى.
“Siapa yang taat kepadaku maka ia telah taat kepada Allah dan siapa yang durhaka kepadaku, maka ia telah durhaka kepada Allah. Siapa yang taat kepada amir-ku, maka ia telah taat kepadaku, dan siapa yang durhaka kepada amir-ku, maka ia telah durhaka kepadaku.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i dan lainnya).


[Sumber: Al-Imamatul 'Uzhma 'Inda Ahlussunnati wal Jama'ah - Konsep Kemimpinan Dalam Islam, Karya: Prof. Dr. Abdullah Ad-Dumaij)

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _
Dipostkan oleh: Abu Malik Abdillah
Jum'at, 22 Juni 2018
Di Komplek: Ma'had Huda Islami Bogor




[1] Ath-Thabaqat Al-Kubra, Ibnu Sa’ad (III/ 281), cetakan tahun 1397, Dar Beirut.
[2] HR. Ath-Thabrani. Al-Haitsami berkata, “Para perawinya adalah perawi-perawi kitab shahih.” (Majma’ Az-Zawa’id, IX/ 61)

Artikel Terkait

Latest
Previous
Next Post »