Kisah-kisah Inspiratif Untuk Para Da’i

19.02

Kisah pertama:
Seseorang bercerita, “Kami merasa senang dan bahagia ketika mendengar seorang laki-laki Filipina mengucapkan syahadatain dan mengumumkan keislamannya, meninggalkan agamanya yang batil serta keyakinannya yang menyeleweng. Namun demikian, kebahagiaan kami tentang orang yang masuk Islam itu tidak sempurna.

Seharusnya dia menampakkan kebahagiaan dan kesenangan, karena telah menganut agama yang hak. Namun, kami melihat mimik wajahnya berubah dari bahagia menjadi sedih dan berduka. Selang beberapa saat kami melihat air matanya menetes. Kami membiarkan ia beberapa saat untuk mengungkapkan apa yang ada pada dirinya.

Kami saling memandang keheranan dengan apa yang kami lihat. Ketika sedihnya semakin berkurang, kami meminta kepada kepada penerjemahnya menanyakan apa yang menyebabkan dia tiba-tiba menangis? Tahukah Anda apa jawabanya? Dengan terbata dia berkata, “Saya sangat bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniaiku nikmat masuk Islam dan menyelamatkanku dari Neraka, dan tidak mematikan aku dalam kekafiran.

Tapi sekarang saya bertanya tentang nasib kedua orang tua saya yang meninggal dunia dalam keadaan kafir. Bukankah kalian bertanggungjawab tentang hidayah mereka? Kenapa kalian tidak mendakwahi mereka atau orang-orang yang tersesat agar masuk Islam? Mana peran kalian dalam mendakwahkan agama yang hak ini dan menyebarkannya kepada orang-orang yang haus melebihi hausnya mereka tehadap makan dan minum? Mana..? Mana..?

Kami semua diam diliputi awan kesedihan mendengar kenyataan pahit ini. Setelah mereka hanyut terpengaruh oleh kalimat berkesan tersebut, mereka berkata dalam dirinya, “Dimana sebagian kaum Muslimin yang tidak menunaikan kewajiban terhadap agamanya agar bisa mendengar ungkapan ini? Agar mereka mengetahui keagungan dakwah dan bertanya amanah dakwah di setiap pundak mereka?”

Kisah kedua:
Adapun yang lainnya bercerita, “Saya ditugaskan oleh kantorku untuk bekerja di waktu sore. Dalam perjalanan menuju tempat kerja saya melihat beberapa orang pemuda. Mereka sedang berkumpul dalam permainan dan kemaksiatan. Ketika saya melihat mereka dalam keadaan demikian, terbetik dalam diri saya bahwa besok saya akan mengunjungi mereka untuk memberi nasihat. Tetapi setan membuatku mengurungkan niat itu dan menundanya.

Setelah lewat sekitar satu bulan, saya hentikan penundaan tersebut dan pergi kepada mereka dan saya jelaskan bahwa sejak satu bulan yang lalu saya ingin mengunjungi mereka. Saya berbicara kepada mereka tentang kewajiban pada Tuhan, diri dan keluarganya, hakikat kematian yang mendadak bagi manusia di setiap saat dari hidupnya, pentingnya amal shalih, menjauhkan diri dari kelalaian, kemaksiatan dan seterusnya.

Saya berbicara kepada mereka dan saya melihat pengaruhnya terpancar di wajah mereka. Bahkan di antara mereka ada yang meneteskan air mata karena sedih atas kenyataan yang tidak mengenakkannya. Setelah saya selesai berbicara, dengan tegar salah seorang dari mereka berkata kepada saya sambil mencaci dan berkata, “Wahai bapak! Kenapa bapak tidak menasihati kami sebelumnya? Sudah sebulan Anda melihat kami dalam keadaan yang menyakitkan, namun itu tidak membuatmu terpanggil? Bagaimana jadinya kalau salah seorang di antara kami meninggal dalam keadaan demikian yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya? Bukankah Anda akan ditanyai tentang hal itu pada hari Kiamat? Mana kepedulianmu kepada kami sejak pertama kali Anda melihat kami?!

Saya meninggalkan mereka dengan perasaan campur aduk antara suka dan duka. Bahagia karena mereka mengungkapkan taubatnya dan keinginannya untuk istiqamah. Sedih karena ketidakpedulian saya dan ketidakpedulian banyak orang yang memiliki sedikit ilmu dan pengetahuan untuk menasihati orang-orang seperti itu. Orang yang sangat butuh nasihat, sekalipun mereka secara lahiriah menolak dan tidak menerimanya.

Kisah ketiga:
Orang ketiga menceritakan tentang dirinya sendiri, “Saya pergi ke Afrika dan menjelajahi di antara pepohonan dan hutannya, pemandangan indah dan alam yang membuat orang tidak bosan memandangnya. Di tengah hutan yang lebat itu saya melihat bangunan tinggi yang megah.”

Terlintas dalam benak saya bahwa itu sebuah istana milik penguasa setempat atau orang yang kaya di antara mereka. Tetapi dugaan saya keliru. Setelah saya mendekat, ternyata jelas bahwa itu sebuah gereja. Gereja itu dikelola oleh seorang misionaris tua yang usianya hampir delapan puluh tahun. Ia hidup di sebuah kamar kecil di pojok gereja yang ukurannya tidak sampai dua puluh meter persegi di tengah-tengah keterasingan dan hutan lebat yang penuh dengan binatang buas, pencuri dan perampok. Di dalam kamar tersebut tidak terdapat perabotan modern seperti yang kita miliki. Tidak terdapat telepon, listrik, air atau apa saja yang bisa disaksikan oleh mata kita sehari-hari.

Bangunan mewah itu adalah gereja yang digunakannya untuk berdakwah setiap pagi dan sore. Saya bertanya pada diri saya, “Apa yang mendorong misionaris ini tinggal di kamar yang berada di tengah ancaman binatang buas yang membahayakannya di tengah ketakutan selama empat puluh tahun?” Jawabannya kami serahkan kepada semangat keimanan Anda dan akal Anda yang cerdas.

Kisah keempat:
Cerita terakhir adalah seorang da’i yang menceritakan apa yang pernah dia lihat dan dia dengar. Ia berkata, “Saya pernah berkeliling di salah satu desa di Afrika. Di tengah perkampungan yang sangat terpencil, yang sangat membutuhkan bantuan lantaran banyaknya penyakit menular, saya melihat seorang wanita tua –bukan laki-laki atau pemuda– usianya sudah mencapai enam puluh tahun. Ia hidup bersama penduduk kampung, seakan-akan ia merupakan bagian dari mereka.

Apabila dilihat dari wajah dan warna kulitnya, membuktikan bahwa ia adalah orang Eropa, namun menetap dan besar di sana. Saya tahu bahwa ia datang ke desa itu untuk program kristenisasi dan mengajak orang-orang menganut agama yang batil. Saya heran dengan perjuangan dan pengorbanannya yang jarang didapatkan pada kebanyakan da’i muslim. Saya mencoba menyampaikan sebuah pertanyaan sindiran walaupun itu tidak berguna. Saya barkata kepadanya, sekadar ingin tahu, “Kapan Anda kembali ke negara Anda dan meninggalkan daerah ini?” Tapi saya dikejutkan oleh jawabannya yang seperti tembakan,’ Kuburanku akan berada di sini!”

------------******---------

Kisah-kisah di atas merupakan tamparan bagi kita (sebagai seorang muslim) agar kesadaran kita hidup kembali setelah lama terkubur dalam lumpur yang gelap. Kita harus ingat bahwa berdakwah adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan sesuai kemampuan kita. Berilah nasihat-nasihat berharga untuk saudara-saudara kita, karena nasihat itu sangat berarti untuk mereka. Jangan biarkan mereka bergelimang dosa dan maksiat. Bimbing mereka ke jalan yang benar. Jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala, jalan Islam.


Info Lainnya:

Artikel Terkait

Previous
Next Post »